Oleh: hendriycole
Masika
ICMI, yang dilahirkan tiga tahun kemudian pasca berdirinya ICMI berangkat dari
keberpihakan kelompok cendekiawan senior dalam merangkul generasi muslim muda.
Semangat itu terus dibangun dibawah fondasi aqidah Islamiyah, walaupun dalam
perjalanannya dinamika internal dan eksternal terus merangsek masuk memaksa
cendekiawan-cendekiawan muda untuk beradaptasi dengan segala kondisi dan jaman.
Dinamika yang pertama (internal) dipengaruhi oleh rahim yang melahirkannya
(baca: ICMI), karena dengan berbagai latar belakang dan aktivitasnya secara
struktural sangat mempengaruhi pada kelompok ICMI muda, dalam soal pelaksanaan
Pernas misalnya, terjadi banyak penundaan dan lain sebagainya. Sementara
dinamika yang kedua (eksternal), dengan dibuka seluas-luasnya ruang yang
diberikan Undang-Undang sedikit memaksa kelompok muda untuk turut berkiprah dan
memberikan kontribusi pada bangsa dan Negara dengan posisi di berbagai
institusi Negara dan stake holders
lainnya.
Cendekiawan
muda, dalam konteks kekinian harus mulai menata kembali orientasi yang dibangun
oleh para pendahulunya. Mencipta gagasan-gagasan segar dan visioner dalam soal
kemandirian, social welfare, keajegan
organisasi agar terus tumbuh dan berkembang, memposisikan pada parameter
kelompok cendekiawan muda. Terhindar dari dekadensi dan degradasi moral yang
menghimpitnya, karena godaan dan tawaran yang bersifat duniawai dan nisbi
tersebut akan selalu menggoda (kultural). Apalagi, jika tawaran tersebut datang
dari penguasa yang rakus (greedy),
koruptif yang pada akhirnya memaksa kelompok cendekiawan tersebut tergerus pada
arus pragmatisme sesaat dan berdiri bukan pada kelompok yang seharusnya dibela
(struktural).
Kondisi demikian, tentu saja tidak
kita harapkan. Tetapi dengan melihat dari aspek sosio kultural dan politik,
cendekiawan muda berpotensi terombang-ambing pada posisi yang tidak jelas,
kehilangan karakter dan kemandirian sebagai cendekiawan yang berpihak pada al-haq (kebenaran).
Kondisi Objektif
Keterasingan sebagian pemuda dengan budayanya sendiri, sudah
digeser oleh Social Media yang selalu berada digenggaman. Aktivitas yang
bersifat teknis aplikatif dalam bentuk pengabdian kepada kelompok marginal sedikit
terenggut. Kasus terakhir misalnya, 1.048 pelajar belia jadi pekerja seks
beroperasi di Kabupaten Cianjur (Kompas, 2012). Kemudian, rentang tahun
2005-2012 HIV/AIDS di Kabupaten Cianjur (32 dari 278 pengidap HIV/AIDS di
Cianjur meninggal dunia (radarsukabumi.com), fenomena gunung es. Kondisi ini
sangat miris dan memprihatinkan, apalagi di Cianjur sudah mempunyai Perda Nomor
3 tahun 2006 tentang Gerbang Marhamah, ironis.
Proyeksi Kedepan
Gagasan yang dibangun cendekiawan muda, terutama dalam
konteks ke-Cianjuran memandang bahwa masa depan pemuda, khususnya cendekiawan
muda harus berada pada posisi yang memihak kelompok marginal, kebenaran dan
kemandirian secara individu maupun komunal. MASIKA ICMI memandang, bahwa
demokrasi merupakan insrumen “penyaring” atau sebagai filter dalam berkiprah dan
mengabdi disamping demokrasi merupakan instrument dalam bernegara. Jika demokrasi
ini ditangkap sebagai sinyalemen untuk merangkul semua kelompok khususnya
pemuda, maka peluang itu harus direbut bukan ditunggu.
Saat ini, dengan berbagai latar belakang pendidikan dan
sumber daya manusia yang dimiliki MASIKA ICMI Cianjur, kader-kader ICMI muda
sudah memposisikan (dan diposisikan) di berbagai institusi dan stake holders
yang ada, baik lembaga penyelenggara pemilu, partai politik, institusi
pendidikan dan lain sebagainya. Kondisi ini harus terus didorong oleh para
sesepuhnya (baca: ICMI), sehingga proses komunikasi dan konsolidasi lintas
sektoral untuk kepentingan ummat Islam bisa terus tumbuh dan berkembang.
Cianjur kedepan harus “direbut” oleh kelompok yang mempunyai
integritas kuat pada pelayan bukan dilayani ala kolonialisme, karena hakekatnya
hidup adalah pelayanan dan pengabdian untuk sesama. Dan kelompok itu
diantaranya adalah MASIKA ICMI Cianjur, yang didalamnya terdiri dari
individu-individu yang progress, dinamis dan adaptif dengan jaman. Jika
mengutip essensi dari teori survival of
the fittest nya Darwin (terlepas dari perdebatan terhadap teori tersebut)
yang menyatakan bahwa Darwin meant it as
a metaphor for “better adapted for immediate, local environment”. [2]
Individu yang tercerahkan (rausyan
fikr) atau dalam hal ini MASIKA ICMI Cianjur mau tidak mau harus adaptasi
dengan jaman, dengan merebut peluang. Jaman, tidak ditaruhnya pada posisi
lawan, bahkan abai pada dinamika dihadapan, tetapi sebagai partner dalam menempa
diri disegala kondisi. Dan masika tentu akan memposisikan diri sebagai pelanjut
setia para sesepuhnya yaitu, Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia.
Wallahu ‘alam bishawab
0 komentar:
Posting Komentar