Jumat, 12 Juli 2013

MASIKA ICMI DALAM PERSPEKTIF MASA DEPAN DEMOKRASI INDONESIA[1]

Oleh: hendriycole

            Masika ICMI, yang dilahirkan tiga tahun kemudian pasca berdirinya ICMI berangkat dari keberpihakan kelompok cendekiawan senior dalam merangkul generasi muslim muda. Semangat itu terus dibangun dibawah fondasi aqidah Islamiyah, walaupun dalam perjalanannya dinamika internal dan eksternal terus merangsek masuk memaksa cendekiawan-cendekiawan muda untuk beradaptasi dengan segala kondisi dan jaman. Dinamika yang pertama (internal) dipengaruhi oleh rahim yang melahirkannya (baca: ICMI), karena dengan berbagai latar belakang dan aktivitasnya secara struktural sangat mempengaruhi pada kelompok ICMI muda, dalam soal pelaksanaan Pernas misalnya, terjadi banyak penundaan dan lain sebagainya. Sementara dinamika yang kedua (eksternal), dengan dibuka seluas-luasnya ruang yang diberikan Undang-Undang sedikit memaksa kelompok muda untuk turut berkiprah dan memberikan kontribusi pada bangsa dan Negara dengan posisi di berbagai institusi Negara dan stake holders lainnya.
            Cendekiawan muda, dalam konteks kekinian harus mulai menata kembali orientasi yang dibangun oleh para pendahulunya. Mencipta gagasan-gagasan segar dan visioner dalam soal kemandirian, social welfare, keajegan organisasi agar terus tumbuh dan berkembang, memposisikan pada parameter kelompok cendekiawan muda. Terhindar dari dekadensi dan degradasi moral yang menghimpitnya, karena godaan dan tawaran yang bersifat duniawai dan nisbi tersebut akan selalu menggoda (kultural). Apalagi, jika tawaran tersebut datang dari penguasa yang rakus (greedy), koruptif yang pada akhirnya memaksa kelompok cendekiawan tersebut tergerus pada arus pragmatisme sesaat dan berdiri bukan pada kelompok yang seharusnya dibela (struktural).
             Kondisi demikian, tentu saja tidak kita harapkan. Tetapi dengan melihat dari aspek sosio kultural dan politik, cendekiawan muda berpotensi terombang-ambing pada posisi yang tidak jelas, kehilangan karakter dan kemandirian sebagai cendekiawan yang berpihak pada al-haq (kebenaran).
Kondisi Objektif
Keterasingan sebagian pemuda dengan budayanya sendiri, sudah digeser oleh Social Media yang selalu berada digenggaman. Aktivitas yang bersifat teknis aplikatif dalam bentuk pengabdian kepada kelompok marginal sedikit terenggut. Kasus terakhir misalnya, 1.048 pelajar belia jadi pekerja seks beroperasi di Kabupaten Cianjur (Kompas, 2012). Kemudian, rentang tahun 2005-2012 HIV/AIDS di Kabupaten Cianjur (32 dari 278 pengidap HIV/AIDS di Cianjur meninggal dunia (radarsukabumi.com), fenomena gunung es. Kondisi ini sangat miris dan memprihatinkan, apalagi di Cianjur sudah mempunyai Perda Nomor 3 tahun 2006 tentang Gerbang Marhamah, ironis.
Proyeksi Kedepan
Gagasan yang dibangun cendekiawan muda, terutama dalam konteks ke-Cianjuran memandang bahwa masa depan pemuda, khususnya cendekiawan muda harus berada pada posisi yang memihak kelompok marginal, kebenaran dan kemandirian secara individu maupun komunal. MASIKA ICMI memandang, bahwa demokrasi merupakan insrumen “penyaring” atau sebagai filter dalam berkiprah dan mengabdi disamping demokrasi merupakan instrument dalam bernegara. Jika demokrasi ini ditangkap sebagai sinyalemen untuk merangkul semua kelompok khususnya pemuda, maka peluang itu harus direbut bukan ditunggu.
Saat ini, dengan berbagai latar belakang pendidikan dan sumber daya manusia yang dimiliki MASIKA ICMI Cianjur, kader-kader ICMI muda sudah memposisikan (dan diposisikan) di berbagai institusi dan stake holders yang ada, baik lembaga penyelenggara pemilu, partai politik, institusi pendidikan dan lain sebagainya. Kondisi ini harus terus didorong oleh para sesepuhnya (baca: ICMI), sehingga proses komunikasi dan konsolidasi lintas sektoral untuk kepentingan ummat Islam bisa terus tumbuh dan berkembang.
Cianjur kedepan harus “direbut” oleh kelompok yang mempunyai integritas kuat pada pelayan bukan dilayani ala kolonialisme, karena hakekatnya hidup adalah pelayanan dan pengabdian untuk sesama. Dan kelompok itu diantaranya adalah MASIKA ICMI Cianjur, yang didalamnya terdiri dari individu-individu yang progress, dinamis dan adaptif dengan jaman. Jika mengutip essensi dari teori survival of the fittest nya Darwin (terlepas dari perdebatan terhadap teori tersebut) yang menyatakan bahwa Darwin meant it as a metaphor for “better adapted for immediate, local environment”. [2]
Individu yang tercerahkan (rausyan fikr) atau dalam hal ini MASIKA ICMI Cianjur mau tidak mau harus adaptasi dengan jaman, dengan merebut peluang. Jaman, tidak ditaruhnya pada posisi lawan, bahkan abai pada dinamika dihadapan, tetapi sebagai partner dalam menempa diri disegala kondisi. Dan masika tentu akan memposisikan diri sebagai pelanjut setia para sesepuhnya yaitu, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.
Wallahu ‘alam bishawab





[1] Makalah disampaikan dalam Silaturahmi dan Konsolidasi Organisasi ICMI ORDA Kab.Cianjur
[2] Survival of the fittest, www.wikipedia.org

0 komentar:

Posting Komentar